Pengertian dan Definisi Pajak Menurut Beberapa Pakar dan Ilmuan Perpajakan
A.
Pengertian Pajak
Motifasi utama
perpajakan di negara berkembang adalah pengumpulan dana pembiayaan pemerintah
dalam penyediaan barang dan jasa publik. Motivasi lainnya adalah redistribusi
penghasilan dan penyesuaian kekurangan sempurnaan mekanisme pasar. Walaupun
suatu tingkat pemajakan diperlukan untuk mencapai motivasi tersebut, pemajakan
selalu mempunyai pengorbanan, baik beban langsung administratif maupun tidak
langsung sehubungan salah dengan alokasi sumber daya dengan konsekuensi
distribusi penghasilan kurang merata.
Pola pemajakan di
berbagai negara berbeda – beda seiring dengan ekonomi, budaya, dan sejarah. Sementara
itu, peranan penerimaan pajak dalam membiayai pembangunan dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Sehingga begitu pentingnya pajak untuk membiayai pembangunan
dan pelayanan pemerintahan di suatu negara. Begitu besarnya peranan penerimaan
pajak untuk membiayai roda pemerintahan suatu negara maka kita sangatlah
penting kita mengetahui pengertian pajak. Para ilmuan dan pakar perpajakan
mengemukakan pengertian tentang pajak adalah sebagai berikut.
1. Prof Edwin R. A. Seligman, dalam bukunya
Essay In Taxaation (New York, 1925) memberi definisi yang berbunyi tax is a
compulsery contribution from the person, to goverment to defray the expenses
incurred in the common interest of all, without reference to special benefit
conferred.
2. Philpi E. Taylor, dalam bukunya The Economist
Of Public Finance (1948) mengganti without reference menjadi with little
reference.
3. Mr. Dr. N. J. Feldmann, dalam bukunya De
Overheidsmiddelen Van Indonesia (Leyden, 1949) menyatakan bahwa Belastingen
zijn aan de overheid (volgens algemene, door haar vastgestelde normen)
verschuldigde afdwingbare prestaties, wargeen tegenprestatie tegenover staan en
uitsluitend dienen tot dekking van publieke uitgeven. Pajak adalah prestasi
yang dipaksakan sepihak oleh dan terutama kepada penguasa, (menurut norma –
norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata
– mata digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum. Feldmen
berpendapaat bahwa terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontraprestasi dari
negara.
4. Prof. Dr. M. J. H. Smeets, dalam bukunya
de economische betekenis der belastingen (1951) menyatakan bahwa “pajak adalah prestasi
kepada pemerintah yang terutang melaui norma – norma umum, dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang
individual. Maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah. Dalam bukunya
Smeets mengakui, bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi bugeter saja; baru
kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya.
5. Dr. Soeparman Soemohamidjojo, dalam
disertasinya yang berjudul “pajak berdasarkan asas gotong royong” (Iniversitas
Padjajaran Bandung, 1964), mendefinisikan pajak sebagai iuran wajib, berupa
uang dan barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum,
guna menutup biaya produksi barang – barang dan jasa – jasa secara kolektif
dalam mencaapai kesejahteraan umum.
6. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.dalam
bukunya “dasar – dasar hukum pajak dan pajak pendapatan 1944” Rochmat Soemitro
mendefinisikan pajak sebagai suatu iuran rakyat kepada kas negara (pengalihan
kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang –
undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen
prestasi) yang langsung dapt ditunjukan dan yang digunakan untuk membiayai
keperluan umum.
7. Prof. S. I. Djojoniningrat,menurut nya
adalah sebagai sesuatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara
disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan – peraturan yang
ditetapkan pemerintah, serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari
negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
8. P. J. A. Andriani “pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnyamenurut peraturan – peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjukhubung dan ada yang gunannya adalah untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk memelihara
kesejahteraan umum.
Dasar
pemungutan pajak adalah undang – undang pajak (untuk setiap jenis pajak), yang
bersumber kepada suatu konstitusi atau UNdang – Undang Dasar. Untuk memudahkan
pelaksanaan pemungutan pajak maka berdasarkan undang – undang pajak itu dibuat
aturan pelaksanaannya oleh pemerintah yaitu:
a. Menteri Keuangan, Direktur Jendral Pajak
untuk pajak pusat
b. Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri
untuk Pajak daerah.
Khusus mengenai
rumusan pengertian pajak daerah Tiesnawati Wahyuningsih dalam disertasinya
tahun 2005, bahwa paradigma pengaturan pajak daerah di Indonesia harus dirubah.
Selama ini paradigma pajak (termasuk pajak daerah) di identifikasin dengan
pungutan memaksa berdasarkan undang – undang dengan tanpa imbalan/kontrasepsi
adalah tidak sejalan dengan makna otonomi daerah untuk lebih mendekatkan
palayanan kepada masyarakat lokal melalui pemerintah daerah. Apabila pembayaran pajak daerah harus tanpa
imbalan dari pemerintah (dalam hal ini pemerintah daerah) maka hal tersebut
menjadi kontra produktif bagi tujuan hakiki otonomi daerah sendiri. Oleh karena
itu, pembayaran pajak daerah harus terdapat imbalan/kontraprestasinya bagi sektor
pajak yang bersangkutan. Berbeda dengan retribusi imbalan/kontraprestasinya
hanya untuk membayar retribusi saja.
Untuk pajak daerah
menurut Tiesnawati Wahyuningsih, Dkk. Dalam buku Administrasi Perpajakan/ADBI4430
mendefinisikan “iuran kepada pemerintah berdasarkan undang – undang yang
dipaksakan, diprioritaskan untuk membiayai sektor pajak yang bersangkutan dan
pembiayaan umum suatu pemerintah daerah”.
Berkaitan dengan
penerapan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah Ronald John Hy dan
William L Waugh, JR menyatakan bahwa untuk meningkatkan pendapatan daerah
adalah lebih rational bila dilakukan melalui pungutan retribusi dari pada
mengenakan pajak. Artinya, bahwa dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah
adalah lebih baik kualitasnya, apabila penerimaan retribusinya lebih tinggi
dari pajak daerah. Demikian juga Mikesell menyatakan bahwa retribusi dirasakan
lebih adil dan efisien diterapkan dari pada pajak di suatu state/negara
bagian/pemerintah daerah.
Sumber: BMP ADBI4430/MODUL1-Administrasi
Perpajakan-Tiesnawati Wahyuningsih, Dkk.
Itu adalah salah satu chat dengan konsumen PARFUM CINTA beberapa waktu lalu. Ada ribuan testi seperti itu yang puas bahkan berterima kasih karena sudah jual parfum cinta.
Pemesanan Hubungi:
WhatsApp / SMS (ISAT): 085608861555
Untuk yang jomblo, aroma khas parfum ini akan berinteraksi ke pikiran yang dapat menimbulkan rasa suka, naksir, bahkan jatuh cinta dari lawan jenis Anda, sehingga memudahkan Anda mencari pasangan.
Untuk yang sudah punya pasangan, parfum ini bisa membuat pasangan Anda lebih mesra, lebih nyaman, makin lengket, dan wanginya bikin tambah kangen.
Untuk yang sudah menikah, parfum ini bisa sedikit berbahaya, hehe. Aroma khasnya akan membuat pasangan Anda pengennya romantisan terus, jdi sering bolos kerja.
KELEBIHAN
Parfum ini juga tidak mengandung alkohol, jadi tidak lengket di baju atau badan Anda. Bagi yang beragama Islam, tidak perlu was-was, parfum ini halal dan bisa digunakan ketika shalat.
Parfum ini beraroma soft dan tidak nyengat, sangat lembut sehingga banyak yang suka.
Pemesanan Hubungi:
WhatsApp / SMS (ISAT): 085608861555