WOW... SUNGGUH BERANI SISWI SMA INI, KARENA KECEWA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN SEKARANG" SISWI INI TANTANG( MENDIKBUD ) DENGAN MENGIRIM PESAN INI ,,, BERIKUT ISINYA >>> BANTU BAGIKAN(SHARE) AGAR PESAN INI SAMPAI KE MENDIKBUD YA !! Tolong Bagikan
SISWA SMA INI TANTANG “MENDIKBUD” KARENA KECEWA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN YANG ADA DI INDONESIA SEKARANG., BANTU SEBARKAN SEMOGA PESAN INI SAMPAI KE MENDIKBUD DAN MEMPERBAIKI AGAR PENDIDIKAN DI INDONESIA SEMAKIN LEBIH BAIK LAGI
Satu surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
ditempat.
. Mencontek yaitu satu perbuatan…
a. terpaksa
b. terpuji
c. tercela
d. terbiasa
Ardi berhenti di permasalahan nomer enam belas itu, satu di antara permasalahan ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dahulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat diliatnya satu coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tidak tipis, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tidak ada sangsi, namun dengan penuh keyakinan…
Handphonenya berdering pelan, satu SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam sekian membaca berisi.
Jadi bagaimana Di, ikutan gunakan ‘itu’ tidak?
Mungkin saja tidaklah kebetulan Ardi dapatkan beberapa masalah ulangan SD-nya saat ia menginginkan mencari buku-buku lamanya, mungkin saja bukanlah kebetulan Ardi membaca permasalahan nomer enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia kirim sebaris kalimat yakin…
Tidak, Jo, saya ingin jujur saja.
Satu balasan pahit singgah selang sebagian detik selanjutnya,
Ah, cemen anda.
Tetapi tak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo.
Jujur itu keren.
UNAS. Satu jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama beberapa th. lebih dahulu. Satu penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari step pendidikan yang sudah dia lakoni atau tak. UNAS telah mulai sejak lama ada, meliputi bermacam tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang paling akhir, yakni SMA. Sudah sejak mulai lama juga UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil ‘memaksa’ pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Tengah untuk tingkat SMP dan SMA, kesempatan itu masih tetap harus menunggu.
Setiap saat UNAS bakal digelar, semuanya elemen beberapa orang ikut tertarik dalam pusaran pembicaraannya. Pembicaraan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah tak ada dari pembicaraan enteng di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim inginkan berikanlah motivasi sebagian peserta UNAS juga bermunculan di sebagian channel tv. Di sela-sela program motivasi itu, kalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa di yakinkan akan ada seorang partisipan yang melempar ajukan pertanyaan :
” Bagaimana dengan kecurangan UNAS? ”
Ah, ya, UNAS memanglah belum pernah lepas dari ketidakjujuran.
Sekarang ini, jangan sampai berang apabila saya katakan bila UNAS sama juga dengan kecurangan. Sebab apabila tidak, pertanyaan itu tidak akan terus menerus terdengar. Tetapi sebenarnya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap-tiap sudut daerah yang punyai lembaga pendidikan ; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan yakni saat beberapa lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat ‘kejujuran yakni kunci kesuksesan’ itu, hanya bisa tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di sebagian media.
UNAS dengan semuanya problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan juga menjumpai jalan buntu. Dari th. ke th. selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya masing-masing th. itu juga pemerintah tetaplah tersenyum dan mengemukakan berita dengan bahagia bila ‘UNAS th. ini alami menambahkan, kelulusan th. ini alami kenaikan, rata-rata th. ini alami kemajuan’, dan banyak hal indah yang lain. Dulu, saat saya belum meraih kelas tiga, saya pikirkan bila grafik itu benar ada dan saya juga terkagum-kagum oleh menambahkan pendidikan yang dihadapi oleh generasi muda Indonesia.
Tetapi sekarang ini, sebagai pelajar yang baru saja lakukan UNAS… dengan berat hati saya mengaku bila saya tidak bisa lagi meyakini pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja lakukan UNAS, saya jadi punyai sebagian pertanyaan yang saya taruh dalam hati saya. Banyak beban fikiran yang inginkan saya berikan pada Ayah Menteri Pendidikan. Tetapi tenang saja, Ayah tidak butuh jadi pembaca fikiran untuk tahu semua, karena saya akan menceritakannya sedikit untuk sedikit di sini. Dari bermacam kekalutan dan tanda ajukan pertanyaan yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya jadi tiga poin utama…
Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang th. ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat… pernah tidak terpikir oleh Ayah bagaimana langkahnya seorang guru Bhs Indonesia bisa buat 20 permasalahan yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Ayah bagaimana langkahnya seorang guru Biologi buat 20 permasalahan yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu sinyal ‘menjelaskan faedah organel sel pada tumbuhan dan hewan’?
Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mesti akan ada satu tipe permasalahan yang diisi pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal sejenis ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan peroleh tipe dengan permasalahan susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah permasalahan yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah kemukakan pertanyaan, ‘tipe soalmu ada berapakah nomor yang susah? ‘ namun akan selekasnya kemukakan pertanyaan, ‘nilai UNASmu berapakah? ‘.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Ayah akan beralasan, mungkin saja, kalau apabila siswa sudah belajar, jadi sesusah apapun soalnya tidak akan miliki permasalahan. Tetapi coba ingat kembali, Pak, apa sih maksud diadakannya Ujian Nasional itu? Buat satu standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, ‘kan? Untuk memutuskan satu garis yang akan jadi rujukan bersamaan, ‘kan? Sekarang ini, bagaimana bisa UNAS menjadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot permasalahan? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.
Ke-2, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS th. ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya kenali Ayah sudah mengklarifikasinya di twitter, bila permasalahan th. ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata ‘sedikit’ ini). Tetapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot permasalahan kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Ke-2, konfirmasi itu Ayah berikanlah setelah UNAS selesai. Saya jadi mengerti kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama sistem UNAS. Mungkin saja saja sekolah kuatir kami pingsan lantaran begitu bahagianya menjumpai beberapa permasalahan itu, ‘kan?
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Ayah akan beralasan, mungkin saja, kalau apabila siswa sudah belajar, jadi sesusah apa pun soalnya tidak akan miliki permasalahan. Tetapi coba ingat kembali, Pak, apa sih maksud diadakannya Ujian Nasional itu? Buat satu standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, ‘kan? Untuk memutuskan satu garis yang akan jadi rujukan bersamaan, ‘kan? Sekarang ini, bagaimana bisa UNAS menjadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot permasalahan? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.
Ke-2, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS th. ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya kenali Ayah sudah mengklarifikasinya di twitter, bila permasalahan th. ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata ‘sedikit’ ini). Tetapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot permasalahan kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Ke-2, konfirmasi itu Ayah berikanlah setelah UNAS selesai. Saya jadi mengerti kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama sistem UNAS. Mungkin saja saja sekolah kuatir kami pingsan lantaran begitu bahagianya menjumpai beberapa permasalahan itu, ‘kan?
Bapak, saya tidak tahu, benar-benar tidak tahu… apa yang ada di fikiran Sebagian Ayah semua saat buat, bikin, dan bikin beberapa permasalahan itu? Ayah mengemukakan di twitter Ayah, ‘tiap th. selalu ada keluhan siswa karena permasalahan yang baru’. Tetapi, Pak, sekali ini saja… sekali ini saja saya mohon, Ayah duduk dengan enjoy, kumpulkan contoh permasalahan UNAS th. dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Ayah banding, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan setelah itu, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan permasalahan dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.
Apabila Ayah masih tetap merasa tidak ada yang salah dengan beberapa permasalahan itu, saya ceritai satu hal deh Pak. Ayah tahu tidak, saat hari ke-2 UNAS, saya pernah mengingat-ingat dua permasalahan Matematika yg tak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya walau. Lantas, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk ajukan pertanyaan dua permasalahan itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, pada akhirnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah bergelut dengan dua permasalahan itu selama sepuluh menit. Ya… beliau katakan ada yang salah dengan ke-2 permasalahan itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran…
Bagaimana dapat Ayah menyuruh saya menjawab satu hal yang guru saya saja belum tentu dapat menjawabnya?
Tak diuji dulukah kevalidan beberapa masalah UNAS itu?
Ayah ujikan ke siapa beberapa permasalahan itu? Sebagian dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?
Lupakah Ayah bila nantinya yang akan hadapi beberapa permasalahan itu yakni kami, sebagian pelajar kelas tiga SMA dari semuanya Indonesia?
Haruskah saya ingatkan lagi pada Ayah bila di Indonesia ini masih tetap ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi permasalahan berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?
Etiskah menuntut terlebih dulu berikanlah?
Etiskah berikanlah kami permasalahan berstandard Internasional di saat Ayah belum bisa memberikan keyakinan bila semuanya Indonesia ini siap untuk permasalahan satu tingkat itu?
Di bagian ini, Ayah mungkin saja saja bakal teringat dengan berita, ‘Pelajar Mengemukakan bila UNAS Menyenangkan’. Lantas Ayah bakal terasa tidak meyakini dengan semua yang sudah saya katakan. Apabila sudah sekian, itu hak Ayah. Saya sendiri juga tidak meyakini kenapa ada yang bisa mengemukakan bila UNAS kemarin mengasyikkan. Permulaannya saya jadi mengira bila itu sarkasme, sebab sejujurnya, banyak bebrapa rekanan saya yang menangis sesudah lakukan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih tetap keluar usai lakukan Fisika. Sekarang ini, di mana letak ‘UNAS menyenangkan’ itu? Buat saya, hanya ada dua jawabannya ; pada narasumber berita itu betul-betul begitu pintar, atau dia melalui jalan pintas…
Jalan pintas itu yakni hal ketiga yang menganggu fikiran saya selama UNAS ini. Satu bentuk kecurangan yg tak pernah saya tahu mengapa bisa berjalan, yaitu joki.
Mengapa saya tidak mengerti joki itu bisa berjalan? Sebab, masing-masing th. pemerintah selalu gembar-gembor bila ” Permasalahan UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih! “, tetapi waktu hari H proses…
voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Apabila bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu tidaklah bocor lagi namanya, namun banjir. Lantas ajaibnya juga, yang sudah ditangani pemerintah untuk menanggulangi hal sejenis ini sepanjang yang saya saksikan baru
satu :
berikan jenis
permasalahan! Apabila ketika saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, ketika SMP beranak-pinak jadi lima. Puncaknya ketika SMA ini,
berkembang-biak jadi 20 paket permasalahan. Pemerintah kelihatannya beranggapan bila banyak paket permasalahan bakal buat jawaban joki meleset dan UNAS dapat jalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.
Iya selekasnya bersih cling sekian, toh?
Sebenarnya tidak.
Walau dengan 20 paket permasalahan, joki-joki itu rupanya masih tetap bisa memprediksi permasalahan sekalian jawabannya. Menambahkan jumlah paket itu hanya buat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan juga dapat juga memasukkan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap-tiap paket agar sebagian siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya
tidak tahu. Tidaklah hingga di sana, jawaban yang mereka berikanlah dapat juga tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, tidak tahu. Seperti yang saya katakan, apabila sudah tiba sembilan puluh persen akurat sekian tidaklah bocor lagi namanya, namun banjir bandang. Saat joki sudah bisa memasukkan permasalahan, bukan hanya jawaban, jadi yakni satu misteri Ilahi apabila pemerintah masih tetap dapat bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.
Ayah Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar umum. Tetapi saya bisa pula membedakan mana jawaban yang mempercayakan dukun dan mana jawaban yang didapat karena pernah saksikan permasalahan. Apa salah apabila selanjutnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak permasalahan? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah apabila tidak ada kebocoran di atapnya.
Ayah Menteri Pendidikan yang terhormat… tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak mulai lama menggumpal di hati dan fikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.
Pernah terpikirkah oleh Ayah, bila tingkat permasalahan yang sedemikian tersebut yang tingkatkan kami, sebagian pelajar, untuk berbuat curang? Apabila tak… saya beritahu satu hal, Pak. Ada banyak rekanan saya yang awal mulanya berkeinginan untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, konsentrasi diri pada materi yang di sampaikan oleh sebagian guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah saksikan permasalahan yg tak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada permasalahan yang belum pernah mereka saksikan lebih dahulu itu, mereka rubuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sampai mereka layak untuk di buat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa sekali mengintip jawaban yang disebar bebrapa rekanan, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa yang lain hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka… menginginkan Tuhan membantu.
Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan bebrapa rekanan yang terpaksa sekali curang setelah mereka belajar tetapi permasalahan yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang banyak di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orang-tua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Terlebih dulu sampai di gerbang UNAS, kami telah lewat ulangan sekolah, ulangan praktek, dan bermacam ulangan yang lain. Tenaga, biaya, dan fikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Ayah hadapkan pada kami? Soal-soal yang berdasar sebagian penyusunnya sendiri diisi permasalahan OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Ayah untuk duduk dan lakukan permasalahan Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tidak ada saksikan buku maupun internet. Apabila Ayah bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Ayah saya akui layak jadi Menteri. Apabila Ayah berdalih ‘ah, ini tidaklah sisi saya’, lantas Ayah anggap kami ini apa? Apa Ayah kira kami semua anak OSN? Apa Ayah kira kami semua pandai di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bhs Indonesia, dan Bhs Inggris sekalian? Teganya Ayah menyuruh kami untuk lulus di semua bagian itu? Sudah sepercaya itukah Ayah pada kecerdasan kami?
Tidak.
Pastinya Ayah tidak sepercaya itu pada kami. Sebab apabila Ayah meyakini, Ayah tidak akan sampai terpikir untuk buat dua puluh paket permasalahan, walaupun sesungguhnya lima paket saja belum tentu bobot permasalahan kelima paket itu seratus persen sama. Apabila Ayah meyakini, Ayah tidak akan punya niat meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, walaupun sesungguhnya belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Apabila Ayah meyakini, Ayah tidak akan merasa perlu untuk kerjakan sidak. Apabila Ayah yakin… mungkin saja saja Ayah bahkan juga akan tak merasa perlu untuk mengadakan UNAS.
Anda bakal mengemukakan kalimat klise itu, Pak, bila nilai itu tidak paling utama, yang paling utama itu kejujuran.
Tetapi tahukah, kalau kebijakan Ayah demikian kontradiktif dengan kalimat Ayah itu? Ayah memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Ayah menempatkan bobot UNAS (yang hanya jalan tiga hari tidak ada jaminan bila siswa yang lakukan ada pada kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga th. sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Ayah automatis memprioritaskan bila UNAS itu paling utama, dan itu sesungguhnya, Pak. Itu kenyataan yang buat kami, sebagian pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Ayah bila kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk waktu kami dihadapkan oleh permasalahan yang ada di luar pengalaman kami. Sempatkah Ayah pikirkan ini lebih dahulu? Bila permasalahan yang di luar kemampuan kami, permasalahan yang luput Ayah sosialisasikan pada kami walaupun persiapan UNAS bukan hanya satu-dua minggu dan Ayah sesungguhnya punyai banyak kesempatan apabila saja Ayah menginginkan, sesungguhnya bisa buat kami alami mental breakdown yang demikian kuat? Sempatkah Ayah pikirkan ini terlebih dulu memutuskan untuk mengeluarkan beberapa permasalahan tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene yakni penentu kelulusan kami?
Setelah itu, Pak, izinkan saya untuk mengemukakan, bila apa yang sudah Ayah lakukan sampai kini tentang UNAS jadi hanya buat kecurangan semakin merebak. Ayah dan sebagian orang dewasa yang lain sering mengemukakan bila kami yakni remaja yang masih tetap labil. Masih dalam system pencarian jati diri. Sering bertingkah tak memahami diri, tak mematuhi norma, dan berbuat onar. Tetapi tahukah, waktu harusnya Ayah sebagai orang-tua kami berikan kami tips ke jalan yang baik, apa yang Ayah lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini jadi mengarahkan kami pada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yg tak pernah diusut sampai usai letak kebocorannya, paket permasalahan yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua jadi mengarahkan kami, sebagian siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah juga ditekan oleh maksud lulus seratus persen, sampai mereka diam hadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Sebagian pendidik terdiam waktu harusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Apabila perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan jadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.
Sampai sini, masih tetap beranikah Ayah katakan bila tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga demikian besar bukan hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Mungkin saja sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yg tidak benar. Mungkin saja kami yang salah, karena kami begitu pengecut untuk melindungi kejujuran. Mungkin saja joki-joki itu yang salah, karena mereka jual kecurangan dan berbuat tak etis pengetahuan untuk peroleh uang.
Tetapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan berjalan karena ada kesempatan. Bukankah sudah jadi pekerjaan Ayah sebagai yang berwenang untuk memberikan keyakinan bila kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?
Mungkin saja saja Ayah tidak akan meyakini pada saya, dan Ayah bakal berkata, ” Kita saksikan saja pada akhirnya nantinya. ”
Lantas sebulan lagi waktu hasil yang keluar membahagiakan, waktu angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Ayah bakal melupakan semua protes yang saya berikanlah. Ayah bakal beranggapan ini semua angin lalu. Ayah bisa berpesta di atas grafik indah itu, mengadakan pengucapan selamat pada mereka yang lulus, pada tim UNAS, pada diri Ayah sendiri, dan Ayah bakal lupa. Ayah yang saya yakini sudah berulang-kali mendengar pepatah ‘don’t judge a book by its cover’, akan lupa untuk saksikan ke balik kover indah itu. Ayah akan melupakan kesempatan bila yang Ayah saksikan itu yakni hasil kerja sebagian ‘ghost writer UNAS’. Ayah akan lupa untuk kemukakan pertanyaan pada diri Ayah, berapakah persen dari grafik itu yang lakukan dengan jujur? Lantas Ayah akan memutuskan bila Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, walaupun sesungguhnya sebenarnya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, tidaklah kami. Mengerikan tidaklah, Pak, efek dari tidak terusut selesainya joki di negeri ini? Mengerikan tidaklah, Pak, waktu kebohongan menjelma jadi kebenaran semu?
Ayah, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena waktu kami berusaha sekian keras, beberapa rekanan kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah peroleh wangsit terlebih dulu ulangan. Pil pahit karena waktu kami masih tetap harus berjuang menjawab beberapa permasalahan di waktu yang semakin sempit, beberapa rekanan kami buat keributan dengan enjoy, tengah sebagian pengawas begitu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tak memahami hasil apa yang bakal kami terima nantinya, apakah kami bisa tersenyum, atau mungkin saja harus menangis lagi…
Berhentilah bersembunyi di balik kalimat, ” Saya meyakini masih tetap ada yang jujur di generasi muda kita “. Ya ampun Pak, apabila hanya itu saya juga meyakini. Tetapi masalahnya tidaklah ada atau tidak ada, namun berapakah, dan banyakan yang mana? Sebab yang bakal Ayah saksikan di grafik itu yakni grafik beberapa besar. Bagaimana apabila beberapa besar jadi yg tak jujur, Pak? Cobalah, untuk peluang ini saja tanyakan dalam hati Ayah, berapakah persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, di banding dengan yang hanya jujur di atas kertas?
(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Apabila menginginkan membantu kurangi dosa beberapa orang Indonesia, saya punyai satu usul efektif. Hapuskan kolom ‘saya lakukan ujian dengan jujur’ dari lembar jawaban UNAS.)
UNAS tidaklah hal remeh, Pak, meskipun tidaklah ; terutama waktu pada akhirnya menjadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga th., sekalian pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas maksud kami. Apabila derajat UNAS diletakkan setinggi itu, harusnya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi juga. Harusnya tak ada cerita tentang permasalahan bocor, bobot tidak rata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.
Kejujuran itu permulaannya sakit, tetapi buahnya manis.
Serta saya ketahui itu, Pak.
Tetapi bukankah Pengadilan Negeri tetaplah ada walaupun kita semuanya memahami keadilan pastinya akan menang?
Tidakkah unit kepolisian masih tetap selalu merekrut polisi-polisi baru walaupun kita semuanya memahami kebenaran pastinya akan menang?
Dan tidakkah itu pekerjaan Ayah dan beberapa instansi pendidikan, untuk perlihatkan pada kami, sebagian generasi muda, bila kejujuran itu layak untuk dicoba dan mungkin untuk ditangani?
Kejujuran itu permulaannya sakit, buahnya manis.
Tetapi itu tidaklah alasan untuk Ayah untuk tutup mata pada kecurangan yang berjalan di tempat kewenangan Ayah.
Kami yang berusaha jujur masih tetap belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tetapi mungkin saja hal sejenis itu begitu remeh apabila di banding dengan permasalahan Ayah Menteri yang bejibun dan lebih lebih berbobot. Jadi hasrat saya mewakili rekan-rekan pelajar cuma satu ; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah system pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bila kejujuran itu yakni semua. Sekolah yang akan tidak diam saat saksikan kadernya lakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak paham pada siapa lagi kami harus yakin. Pada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, waktu instansi yang mengajarkannya jadi diam membisu waktu saat untuk mengamalkannya tiba…
Dari anakmu yang meredam sakit,
SUMBER : http://ift.tt/29VKu7A
Semoga artikel ini WOW... SUNGGUH BERANI SISWI SMA INI, KARENA KECEWA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN SEKARANG" SISWI INI TANTANG( MENDIKBUD ) DENGAN MENGIRIM PESAN INI ,,, BERIKUT ISINYA >>> BANTU BAGIKAN(SHARE) AGAR PESAN INI SAMPAI KE MENDIKBUD YA !! bermanfaat untuk anda. Jangan lupa bagikan jika bermanfaat.
Itu adalah salah satu chat dengan konsumen PARFUM CINTA beberapa waktu lalu. Ada ribuan testi seperti itu yang puas bahkan berterima kasih karena sudah jual parfum cinta.
Pemesanan Hubungi:
WhatsApp / SMS (ISAT): 085608861555
Untuk yang jomblo, aroma khas parfum ini akan berinteraksi ke pikiran yang dapat menimbulkan rasa suka, naksir, bahkan jatuh cinta dari lawan jenis Anda, sehingga memudahkan Anda mencari pasangan.
Untuk yang sudah punya pasangan, parfum ini bisa membuat pasangan Anda lebih mesra, lebih nyaman, makin lengket, dan wanginya bikin tambah kangen.
Untuk yang sudah menikah, parfum ini bisa sedikit berbahaya, hehe. Aroma khasnya akan membuat pasangan Anda pengennya romantisan terus, jdi sering bolos kerja.
KELEBIHAN
Parfum ini juga tidak mengandung alkohol, jadi tidak lengket di baju atau badan Anda. Bagi yang beragama Islam, tidak perlu was-was, parfum ini halal dan bisa digunakan ketika shalat.
Parfum ini beraroma soft dan tidak nyengat, sangat lembut sehingga banyak yang suka.
Pemesanan Hubungi:
WhatsApp / SMS (ISAT): 085608861555